Muncul wacana menarik terkait performa junior Red Bull di tim senior mereka, sebagaimana diungkapkan oleh mantan pembalap Red Bull, Alex Albon. Lima balapan sejak menggantikan Liam Lawson—yang dikeluarkan setelah hanya dua akhir pekan balapan grand prix—Yuki Tsunoda terus mengalami kesulitan mencatatkan waktu lap kompetitif dengan mobil RB21. Pola kegagalan ini, menurut Albon, telah berulang selama beberapa tahun.
Tsunoda, yang dipromosikan dari tim saudara Racing Bulls, menggantikan Lawson setelah Grand Prix Tiongkok. Sejak saat itu, ia hanya mampu meraih tujuh poin dalam tujuh balapan, jauh tertinggal dari Max Verstappen yang mengumpulkan 101 poin, termasuk dua kemenangan. Pola ini bukan hal baru; Daniel Ricciardo, yang pindah ke Renault menjelang musim 2019, adalah yang terakhir mampu bersaing ketat dengan Verstappen—meskipun terlalu sering bersinggungan, seperti insiden Baku 2018 yang memicu keputusannya untuk pergi.
Albon, yang pernah menjadi bagian dari Red Bull sebelum beralih ke Williams dan kemudian Toro Rosso, menawarkan perspektif unik. Ia mengamati bahwa pembalap yang naik dari tim junior, seperti Racing Bulls, sering kali menghadapi mobil yang sangat berbeda di tim senior. “Dan saya pikir ini secara alami menjadi jenis mobil seperti itu karena mereka selalu memiliki pembalap muda di mobil itu. Jadi dasar tim dibangun di atas pengemudi muda,” ujarnya, merujuk pada Racing Bulls.
Sebaliknya, mobil Red Bull senior dianggap sebagai “ekstrem lainnya”—mobil yang sangat menuntut dan sulit dikendalikan. Transisi dari mobil yang lebih mudah dikendalikan di tim junior ke mobil yang kompleks di tim utama menjadi tantangan besar, terutama bagi pembalap muda yang belum memiliki pengalaman luas. Albon menyoroti bahwa setiap pengemudi yang mengisi kursi tersebut sejak kepergian Ricciardo cenderung gagal dengan cara yang berantakan, biasanya lebih cepat daripada lambat.
Teori Albon menunjukkan bahwa desain dan pengaturan mobil Red Bull senior mungkin terlalu disesuaikan dengan gaya mengemudi Verstappen, yang dikenal mampu “mengekstrak” performa di luar batas mobil. Hal ini menciptakan ketimpangan bagi rekan setimnya, termasuk Tsunoda, yang kesulitan menyesuaikan diri. Data menunjukkan bahwa sejak Ricciardo, tidak ada pembalap yang mampu menandingi konsistensi Verstappen, dengan performa seperti Pierre Gasly dan Lawson juga menunjukkan pola serupa kegagalan awal.
Implikasi dari teori ini adalah perlunya Red Bull mengevaluasi pendekatan pengembangan mobil dan program junior mereka. Jika mobil senior memang terlalu spesifik untuk Verstappen, strategi pelatihan dan adaptasi untuk pembalap baru perlu diperkuat agar transisi lebih mulus.
Saat ini, Tsunoda menghadapi tekanan untuk membuktikan dirinya, sementara Red Bull terus memantau performa junior lain seperti Isack Hadjar dan Arvid Lindblad. Keberhasilan adaptasi Tsunoda atau kandidat lain akan menjadi ujian nyata terhadap teori Albon, yang dapat memengaruhi strategi tim ke depan, termasuk kemungkinan perubahan desain mobil atau pendekatan pelatihan.
Jangan lewatkan perkembangan selanjutnya! Dari analisis mendalam hingga update balapan, ikuti berita terbaru di SPORTRIK. Klik sekarang untuk informasi terkini!