MotoGP, Sportrik Media - Pedro Acosta menilai musim MotoGP 2025 sebagai perjuangan sia-sia bagi KTM, meski finis keempat di klasemen dan Valencia, dengan ambisi lebih besar di 2026. Pembalap Pedro Acosta dari Red Bull KTM Factory Racing kehilangan podium di lap terakhir Circuit Ricardo Tormo, digeser Fabio Di Giannantonio.
Performa Acosta di final Valencia mencerminkan musim penuh gejolak: start dari posisi kelima membawanya ke posisi ketiga untuk separuh balapan, sebelum slip keempat di lap 25 akibat kurang grip. Meski mengamankan keempat dunia di depan Francesco Bagnaia yang crash lap pertama bareng Johann Zarco, hasil ini tak memuaskan rookie berbakat asal Spanyol itu. Dari posisi kesebelas sebelum Jerez, comeback ke top-lima konsisten menunjukkan kemajuan, tapi Acosta sadar batas KTM: tak cukup untuk saingi gelar. Selain itu, insiden ride height device awal front tak unlock, rear malah lepas di tikungan dua biayakan waktu berharga, meski startnya sebenarnya solid, tiba ke titik pengereman keempat.

Dalam wawancara pasca-balapan, Acosta tak segan beri nilai diri. “Untuk cara saya mulai kejuaraan ini, sebelum Jerez saya ke-11, bukan comeback buruk [di musim 2025], banyak konsistensi di top-lima,” ujar Acosta. “Tapi masih kurang banyak. Saya datang ke sini dengan mimpi coba perjuang gelar, dan ini bukan yang kami dapat di akhir. Benar kami dapat hasil bagus, konsistensi bagus, tapi tak cukup.”
Analisis lebih dalam ungkap pertumbuhan Acosta sebagai rider: lebih konsisten, tahu posisinya, minim kesalahan seperti crash atau hilang waktu. “Saya belajar banyak, saya jadi lebih baik sebagai rider, lebih konsisten, saya tahu posisi saya,” lanjutnya. “Tapi sekarang saya ingin lebih. Saya rasa sekarang saya beri segalanya dari sisi saya, saya tak crash banyak, tak hilang waktu, tak buat banyak kesalahan. Cukup sulit kelola semuanya karena tak bisa balapan sempurna. Lagi, meski balapan sempurna, batas kami podium dan bahkan tak selalu. Kami harus cek itu.” Nilai lima dari sepuluh untuk dirinya mencerminkan frustrasi: “Kami improve, tapi kami perjuang sia-sia. Saya bilang jelas saat tanda tangan untuk KTM bahwa saya ingin perjuang gelar, dan untuk apa kami perjuang? Sia-sia.”
Masalah utama? Kurang grip belakang sejak start, yang paksa KTM kelola ban lebih ketat dibanding rival seperti Ducati atau Aprilia. “Masalahnya kami start dengan level grip lebih rendah dari kompetitor,” jelas Acosta. “Lalu, di akhir, sisanya lebih kurang sama, kami harus kelola ban lebih, tapi tak buruk sama sekali. Tapi masalahnya kami kesulitan cepat di awal balapan karena kurang grip belakang banyak.”
Bandingkan dengan Raul Fernandez yang overtake di awal gara-gara isu device, atau Alex Marquez yang Acosta lewati untuk podium sementara—ini tunjuk KTM tertinggal di pengembangan aerodinamika dan elektronik, meski chassis RC16 progresif. Dampak klasemen: Acosta kumpul 220 poin, unggul 12 dari Bagnaia, tapi KTM finis pabrikan keenam, jauh dari target juara seperti era Brad Binder.
Dari perspektif tim, dipimpin Mike Leitner, KTM butuh revolusi untuk 2026: fokus grip dan device reliability, terutama dengan Acosta sebagai aset utama. Musim ini beri fondasi, tapi "perjuang sia-sia" jadi panggilan bangun mirip kritik internal pasca-flyaway rounds di mana Acosta nyaris menang tapi gagal. Prospek? Dengan tes Valencia Selasa dan upgrade Malaysia Februari, Acosta yakin bisa podium reguler jika KTM atasi batas ini.
Secara keseluruhan, musim 2025 Acosta adalah cerita talenta muda vs keterbatasan tim: konsistensi top-lima bagus, tapi mimpi gelar butuh "lebih". Dengan komitmen KTM, 2026 bisa jadi titik balik, saingi dominasi Ducati dan naik Aprilia. Final Valencia tutup babak belajar manis, tapi ambisi Acosta tetap membara.
Komentar
Silakan login atau daftar untuk menambahkan atau menyukai komentar.
Komentar Terbaru
Belum ada komentar.